Bentuk Simbol Pada Alat Musik
a. Tarawangsa
Istilah tarawangsa memiliki pengertian sebagai alat musik tradisional khas Sunda yang dimainkan dengan cara digesek, yang memiliki 2 (dua) dawai yang terbuat dari kawat baja atau besi. Namun yang digesek hanya satu dawai, sedangkan dawai yang satunya lagi dimainkan dengan cara dipetik menggunakan jari telunjuk tangan kiri. Istilah tarawangsa juga diartikan sebagai nama salah satu ensambel kecil yang terdiri dari sebuah alat gesek yang disebut tarawangsa dan sebuah alat petik tujuh dawai yang disebut kacapi (Ubun Kubarsah, 1995).
Menurut sistem pengklasifikasian alat musik dari Curt Sachs, tarawangsa diklasifikasikan sebagai chordophone, sub klasifikasi neck-lute. Bahan-bahan yang digunakan untuk membuat alat musik tarawangsa yaitu kayu dan kawat, kayu yang digunakan biasanya kayu adalah kayu kenanga (Cananga odorata), jengkol (Pithecollobium Jiringa), dadap (Erythrina), atau kemiri (Aleurites moluccana). Kayu berfungsi sebagai resonator dan kawat berfungsi sebagai sumber bunyi, dengan bantuan alat penggesek yang disebut pangeset yang terbuat dari kayu lame (Alstonia scolaris) dan tali penggeseknya terbuat dari bulu-bulu buntut kuda. Alat musik tarawangsa biasanya berwarna hitam, coklat, dan keputih-putihan atau warna asli kayu.
Alat musik tarawangsa mempunyai bentuk sederhana. Hiasannya tidak begitu menonjol, hiasan kecil hanya terdapat pada ujung atas tiang, biasanya berbentuk putik.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Iwan[2] di Rancakalong, secara keseluruhan, bentuk alat musik tarawangsa menggambarkan seorang perempuan yang cantik dan berbudi. Pencitraan perempuan sebagai simbol dari alat musik tarawangsa tersebut berhubungan dengan kehidupan masyarakat Rancakalong sebagai masyarakat agraris yang sangat menghormati sosok Dewi Sri yang merupakan sosok seorang perempuan.
Penggambaran sosok perempuan pada alat musik tarawangsa dapat kita lihat dari penamaan bagian-bagian rancang bangun dari tarawangsa.
Rancang bangun alat musik tarawangsa terdiri atas ;
a. Parungpung, yaitu wadah gema (resonator) yang terdiri atas raray, bobokong, udel.
b. Tihang, yaitu tiang yang berfungsi sebagai badan dari tarawangsa.
c. Pureut, yaitu pemutar yang befungsi untuk mengatur ketegangan kawat (menyetem).
d. Inang, (berbentuk piramid) yang digunakan untuk menegangkan kawat (menyetem) dengan cara digeser-geser.
e. Suku, yaitu kaki, berfungsi sebagai penyangga badan tarawangsa.
Selain pada segi bentuk dan nama bagian-bagian rancang bangun tarawangsa, bentuk simbolis lainnya dapat kita lihat pada jumlah kawat (dawai) yang digunakan pada tarawangsa. Kawat tersebut berjumlah 2 (dua) utas, kawat sebelah kiri bernada 1 (da) sedangkan kawat sebelah kanan bernada 5 (la). Jumlah kawat pada alat musik tarawangsa tersebut menggambarkan keyakinan akan konsep dualisme, yaitu faham yang memandang bahwa alam ini terdiri atas dua macam hakekat yang berpasangan. Contoh; malam-siang, pria-wanita, baik-buruk, hidup-mati, bagus-jelek, dan lain sebagainya.
b. Kacapi
Kacapi adalah sebuah alat musik khas daerah Rancakalong yang menyerupai kecapi dengan 7 (tujuh) dawai yang dimainkan dengan cara dipetik. Alat musik ini terbuat dari bahan kayu, kawat, dan paku-paku. Kayu berfungsi sebagai resonator, sedangkan kawat berfungsi sebagai sumber bunyi. Berdasarkan sistem pengklasifikasian alat musik dari Curt Sachs, kacapi masuk dalam klasifikasi chordophone.
Bentuk anatomi kacapi dilambangkan sebagai perwujudan bumi atau tanah yang subur. Sedangkan jumlah 7 (tujuh) dawai merupakan simbol dari jumlah hari dalam satu minggu yang mengatur kehidupan manusia.
c. Pangeset
Pangeset adalah alat yang digesekan pada dawai tarawangsa, alat ini berfungsi untuk menghasilkan bunyi. Pangeset tarawangsa ini biasanya terbuat dari bahan kayu lame dan tali penggeseknya terbuat dari bulu ekor kuda atau dari senar nilon.
No comments:
Post a Comment